Rabu, 15 Februari 2012

PERANAN INFORMATION TECHNOLOGY (IT) DALAM PENDIDIKAN BERKARAKTER

Salmaini S 
NIM 1104307 
salmaini.salma@gmail.com 

A.   Pendahuluan

Tulisan yang berjudul peranan information technology (IT) dalam pendidikan  berkarakter ini merupakan makalah yang diajukan sebagai bahan penghantar kegiatan diskusi dalam kegiatan kelas pada mata kuliah “Komputer” pada Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Oleh karena itu, penulis mencoba mengaitkan proposisi-proposisi yang ada pada judul, yaitu pendidikan berkarakter dan IT dan bagaimana pengaruhnya terhadap pembentukan karakter siswa dan sebaliknya. Pembahasan ini diharapkan dapat memperjelas langkah-langkah konkrit dalam kesalingberperanan antara IT di satu sisi dan pembentukan karakater siswa pada sisi lain.
Dalam aplikasi pendidikan di sekolah hubungan antara pembentukan karakter dengan IT tidak dapat dilepaskan dari  tujuan pendidikan karena yang akan kita capai dalam usaha pendidikan adalah apa yang digariskan dalam tujuan pendidikan. Untuk memantapkan landasan berpikir kita, pertama, perlu diingat dan dicermati apa yang menjadi tujuan pendidikan yang digariskan dalam  UUD 1945 (versi Amendemen) sebagai landasan konstitusional. Pada pasal 31 tentang Pendidikan, pada ayat 3 dinyatakan bahwa, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."  Dan  pada  pasal 31, ayat 5 dituliskan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat." Bagian yang penulis cetak miring pada kutipan di atas merupakan konsep-konsep  penting untuk pegangan dalam pembahasan ini.
Sesuai dengan amanat UUD 1945, maka tujuan pendidikan itu dijabarkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 3 yang berisi, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Berdasarkan kutipan di atas dapat ditegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah agar bekembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Dengan demikian, pengembangan pendidikan berkarakter untuk siswa dan kaitannya  dengan IT tentulah harus mendukung tujuan-tujuan yang telah digariskan tersebut demi tercapainya manusia Indonesia yang baik, berperadaban, dan dapat mensejahterakan umat. Tujuan itu meliputi berbagai aspek, yaitu:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Berdasarkan aspek-aspek yang dirinci dari tujuan pendidikan tersebut nyatalah bahwa pendidikan berkarakter untuk peningkatan akhlak mulia  dan penguasaan IT sebagai peningkatan penguasaan teknologi merupakan aspek yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran berorientasi masa depan. Pembentukan karakter dan penguasaan IT dapat sama-sama menjadi tujuan pembelajaran dan sekaligus sebagai media pembelajaran, media informasi  multiguna dalam pembentukan kehidupan agar makin tercapai apa yang dicitakan pendidikan nasional ke depan, yaitu terbentuknya warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis.

B.   Pendidikan Berkarakter Bagi Siswa
            Pendidikan karakter, budaya, dan moral sebenarnya sudah sejak lama  didengungkan dalam ranah pendidikan di Indonesia oleh para pakar pendidik kita. Misalnya, Ki Hajar Dewantara merintisnya dengan tri pusat pendidikan yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan berguna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial.  Pada saat  sekarang pendidikan karakter kembali digiatkan untuk membangun budaya kemanusiaan yang bermartabat  setelah negara kita mengalami krisis multidimensi dalam berbagai bidang karena tidak terrealisasikannya karakter baik pada banyak orang yang mengurus kepentingan negara.  Tindak kejahatan yang meningkat, kekerasan, penindasan, korupsi, sogok, aborsi, serba palsu, dan berbagai prilaku menyimpang begitu nyata dalam kehidupan sekarang sebagai bukti hilangnya sikap hidup berkarakter dalam masyarakat. 
Untuk memintas supaya arus kejadian seperti itu tidak berlarut-larut dalam dekadensi karakter dan untuk menyiapkan generasi yang berkarakter mulia maka pendidikan berkarakter  dirumuskan kembali. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan dalam pertimbnga baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang disebut pada awal tulisan, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa akan datang.
Secara mikro pengembangan nilai dan pendidikan karakter dapat dilakukan dalam empat pilar, yakni dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya sekolah (school culture); kegiatan ko-kurikuler atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai berkarakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Pembelajaran Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.  Di kelas dilaksanakan melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Meski pun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan menjadi pribadi kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik harus diberi kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai tersebut.
Dengan demikian, pengembangan nilai-nilai  berkarakter dalam  pendidikan  budaya  dan  karakter  bangsa didasrkan pada diidentifikasi dari empat sumber berikut ini. Pertama, agama karena  masyarakat  Indonesia  adalah  masyarakat  beragama, maka kehidupan  individu, masyarakat,  dan  bangsa  selalu  didasari  oleh ajaran  agama dan  kepercayaannya.  Secara  politis,  kehidupan  kenegaraan  pun  didasari  pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan  itu, maka nilai-nilai pendidikan  budaya  dan  karakter  bangsa  harus  didasarkan  pada  nilai-nilai  dan kaidah yang berasal dari agama.
  Kedua, sumber nilai-nilai karakter adalah Pancasila karena  negara  kesatuan  Republik  Indonesia  ditegakkan  atas  prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan  lebih  lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang  terkandung dalam Pancasila menjadi  nilai-nilai  yang  mengatur  kehidupan  politik,  hukum,  ekonomi, kemasyarakatan,  budaya,  dan  seni.  Pendidikan  budaya  dan  karakter  bangsa bertujuan mempersiapkan  peserta  didik menjadi warga  negara  yang  lebih  baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
   Ketiga, sumbernya adalah nilai-nilai budaya karena sebagai  suatu  kebenaran  bahwa  tidak  ada  manusia  yang  hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakatnya. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep  dan  arti  dalam  komunikasi  antaranggota  masyarakat  itu.  Posisi  budaya yang  demikian  penting  dalam  kehidupan  masyarakat  mengharuskan  budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Keempat,Tujuan Pendidikan Nasional: sebagaimana dirumuskan, kualitas yang harus dimiliki setiap warga  negara  Indonesia,  dikembangkan  oleh  berbagai  satuan  pendidikan  di berbagai  jenjang  dan  jalur.  Tujuan  pendidikan  nasional  memuat  berbagai  nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
     Berdasarkan keempat sumber nilai itu, telah teridentifikasi dan ditetapkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.

Tabel 1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai
Deskripsi
1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi

Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari  sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai samahak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin  
    Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat
     Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah
      Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai
      Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
     Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar
       Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli
      Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli
      Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-
       jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
 Sumber:  Puskur Balitbang Kemdiknas 2010.
Berdasarkan tabel di atas, ada delapan belas jenis karakter yang mesti dibelajarkan dalam pemebelajaran di sekolah. Bila dihubungkan dengan tugas pendidikan maka nilai karakter tersebut perlu direlevansikan dengan hakikat pendidikan itu sendiri.  Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan teren-cana untuk mewujudkan suasana belajar  dan  proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Berdasarkan rumusan pendidikan itu dapat dinyatakan bahwa pendidikan karakter mesti merupakan usaha sadar dan terencana yang mesti dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan. Dari sekian banyak pihak yang terkait maka pihak yang paling menentukan bagaimana pendidikan berkarakter itu di kelas adalah guru karena guru memegang peran utama dalam pendidikan.  Guru mempunyai peran utama dalam membentuk dan mewujudkan karakter murid dalam semua tahap pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran. Dengan demikian, peran guru dalam pembentukan karakater siswa sangat menentukan. Menurut  Megawangi (2010), ada tiga tahap pembentukan karakter, yaitu moral knowing dalam arti memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik. Moral feeling , yaitu membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya. Ketiga, moral action,  yakni bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior. Dengan tiga tahapan itu, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.
Berikut diberikan contoh penumbuhan karakter dalam pembelajaran. Pisang mempunyai misi di dunia secara sederhana adalah “menyajikan buahnya” untuk manusia dan hewan, sehingga manusia dan hewan bersedia untuk menyebarluaskan benih-benih pisang sebagai bentuk “barter”. Kesungguhan untuk menjalankan misi ini sangat tampak pada pisang. Jika kita memotong batang pohon pisang maka dia akan berusaha tumbuh lagi, dipotong lagi, tumbuh lagi begitu seterusnya sepanjang  tidak membabat habis, pisang akan selalu berusaha untuk tumbuh, tidak “putus asa” dalam mengemban misinya itu dan baru berakhir setelah menghasilkan buah. Dari model pisang kita bisa mengambil pesan moral bahwa pisang merupakan model yang baik untuk sifat amanah dan tidak mudah pustus asa. Amanah dan tidak mudah putus asa merupakan ciri dari orang yang beriman sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Yusuf: 87 … dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah… Amanah dan tidak mudah putus asa merupakan karakter perilaku soft skill yang harus dimiliki olah peserta didik.
Wawasan pendidikan berkarakter yang telah dipaparkan di atas akan semakin berdaya guna bila dibelajarkan dengan media yang cocok dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, penggunaan IT  dalam pendidikan berkarakter tidak bisa dielakkan karena IT menyajikan objek pembelajaran dengan banyak kemudahan dan keuntungan seperti, mudahnya mendapatkan informasi, praktis, terkini, dan menunjang kemandirian. Belajar dengan menggunakan IT tentu  dapat memaksimalkan bebagai fasilitas yang ada pada IT yang digunakan untuk membentuk karakter siswa.  
  
C.   Information Technology (IT) dalam Pendidikan Bekarakter
    Kemampuan teknologi informasi komputer (TIK) terutama internet makin membuat dunia ini benar-benar terasa seperti “kampung” maya, di mana para penduduknya sangat dekat. Tentu saja semua ini mempercepat penyebaran informasi tanpa batas, baik informasi faktual, konseptual, maupun prosedural, dalam kemasan artikel, jurnal, buku atau kemasan lain dengan diiringi gambar dan suara yang sesuai dengan segala kreativitas artistiknya. Laman-laman internet menjadi sumber informasi bagi semua orang yang menginginkannya. Dengan teknologi mutakhir ini, telah pula berkembang pembelajaran berbasis komputer dan berbasis TIK, yang membantu upaya memotivasi pelajar melalui kemasan informasi yang memikat, lengkap dengan gambar berwarna dan bergerak, baik gambar nyata maupun animasi. Model pembelajaran ini tentu selaras dengan lingkungan ber-TIK di sekolah sehingga memotivasi pelajar untuk belajar dan berkarya mencapai tujuan pembelajaran.
Misalnya, kehadiran handphone (HP) tambah memeriahkan IT karena menjadikan komunikasi antar manusia sangat lancar tanpa kendala ruang dan waktu, dan benar-benar instan. Kapasitas memori mesin HP yang makin besar mampu memuat data yang besar pula, termasuk pertunjukan musik dan gambar hidup bersama suaranya. Maka, penggunanya memperoleh keuntungan ganda: (a) komunikasi tak kenal waktu dan tempat, dan (b) hiburan seketika. Di samping itu, pengguna HP juga bisa mengunduh informasi dari laman internet sehingga HP dapat membantu para pelajar dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan dukungan banyak informasi dalam waktu cepat. Kemampuan untuk mencetak langsung informasi yang diunduh dapat menghemat waktu para pelajar tsb.
Kesungguhan pengembangan teknologi internet jelas membawa perubahan besar dalam dunia informasi dan pendidikan. Banyak keuntungan yang dapat diambil dari TIK dan sebaliknya juga ada menu informasi TIK yang perlu disaring dan dihindari karena tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Meskipun demikian dalam pengupayaan TIK oleh para pakar merupakan pelajaran yang dapat diperoleh dan disimpulkan dari perkembangan TIK. Di antaranya adalah bahwa: (a)  dalam kehidupan bermasyarakat ada pekerjaan yang memerlukan ketekunan, ketelitian, ketaatan,  dan disiplin tinggi dan untuk ini diperlukan pelatihan yang memadai, meski hal ini tampak usang dalam era teknologi yang serba cepat; (b) kemampuan analisis dan sintesis serta berpikir abstrak sangat diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi perlu diimbangi dengan kemampuan berpikir realistis agar tidak canggung menghadapi kehidupan nyata; (c) kemudahan dalam mengakses dan menggandakan bahan cetak mendorong praktik plagiat dan tantangan ini perlu dijawab lewat pendidikan dengan penanaman nilai kejujuran dan sportivitas; (d) kemampuan teknologi moderen untuk menyajikan informasi secara cepat dalam kemasan menarik dapat mempermudah pembelajaran bagi peserta didik dengan perbedaan tingkat kemampuan dan  gaya belajar; dan (e) teknologi yang membuat segala urusan kehidupan lebih mudah ini hanya mungkin lahir karena kreativitas manusia yang didukung ketersediaan sumber daya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Masa Esa.
       Namun demikian, teknologi mengubah budaya hidup, dan perubahan itu tidak selalu positif, bahkan ada yang secara mendasar sangat negatif. Sebagai contoh, terciptannya budaya instan dalam penerapan teknologi canggih yang membuat semua urusan menjadi sangat mudah, dapat mengurangi daya tahan mental dan daya juang yang terkait dengan kesungguhan, keuletan, kegigihan,  dan kerja keras padahal pengembangan ilmu pengetahuan untuk mendukung pembangunan kehidupan yang lebih baik memerlukan semua ini. Suguhan media elektronik tentang gambaran kehidupan yang gemerlapan lewat kemasan hiburan telah menciptakan budaya konsumtif-boros. Selain itu, keasyikan menikmati hiburan di depan TV atau mengakses informasi di depan komputer dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan baik seperti berolahraga dan bersilaturahmi dengan saudara/sahabat sehingga banyak kasus obesitas dan kegersangan kehidupan sosial.
     Selain itu, jika pembelajaran sebagian besar dilaksanakan dengan ICT, peserta didik akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan interaktif dan komunikasi tatap muka dan belajar memecahkan masalah dan bersosialisasi. Semua ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan kita, yang menjadi TIK sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Singkatnya, teknologi dalam pembentukan karakter siswa tidak dapat mengambil alih peran guru.
Sehubungan dengan kekurangan yang ditimbulkan IT itu maka diperlukan prinsip-prisip yang menjadi panduan dalam ber-TIK di sekolah. Untuk menjaga agar pemanfaatan TIK tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap (1) pengembangan peserta didik menjadi manusia berkarakter dan berkecerdasan intelektual dan (2) pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan terkait, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip berikut:
1.    Pemanfaatan TIK dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan karaktersitik peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan keputusan TIK.
2.    Pemanfaatan TIK hendaknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
3.    Pemanfaatan TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), dengan lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat bersejarah), dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
5.    Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK.
Guru memegang peran kunci dalam pembelajaran dan dalam pemanfaatan TIK untuk tujuan kependidikan karakter. Agar dapat memetik manfaat optimal dari TIK untuk mencapai tujuan pembelajaran berkarakter yang telah ditetapkan, para guru perlu menguasasi sederet kompetensi memadai untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran berbantuan atau berbasis TIK. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan perangkat kompetensi guru untuk era ICT yang dikembangkan oleh NSW Institute of Teachers (http://enuinjkt.ac.id/index.php/campus-news/224-utilizing-information-and-communication-technology), seperti disajikan di bawah:
1.    Pemahaman tentang asumsi pedagogis yang melandasi penggunaan TIK, misalnya bias gender dan etnik, relevansi pendidikan, dampak sosial, kecocokannya  dengan lingkungan kelas, dengan pembelajaran kooperatif dan dengan interaksi sejawat;
2.    Pertimbangan tentang persoalan akses yang tepat ke informasi, dan verifikasi sumber informasi termasuk Internet;
3.    Pemahaman tentang TIK dan potensinya untuk meningkatkan belajar siswa;
4.    Peningkatan kesadaran akan sederet aplikasi dan teknologi adaptif yang tersedia untuk mendukung siswa berkebutuhan khusus;
5.    Evaluasi terhadap materi belaajr berbasis TIK dan perangkat lunak untuk tujuan pendidikan;
6.    Penggunaan efektif aplikasi TIK untuk mendukung hasil, isi, dan proses silabus tertentu,
7.    Peningkatan keterampilan untuk merancang serangkaian tugas penilaian berbasis TIK yang menggunakan kriteria pensekoran yang jelas terkait dengan hasil silabus
8.    Pemahaman tentang persyaratan bahwa mereka dan siswanya menggunakan informasi elektronik secara tepat, termasuk yang terkait dengan plagiarisme, hak cipta, pensensoran, dan privasi;
9.    Kapasitas mantap untuk menggunakan perangkat lunak untuk menyusun teks, memanipulasi citra, menciptakan presentasi, mengadakan sekuen suara digital dan visual, menyiumpan dan  meretriv informasi digital untuk pembelajran kelas dan online;
10. Kapasitas nyata untuk mengevaluasi secara kritis, meretris, memanipulasi, dan mengelola  informasi dari sumber-sumber seperti Internet, SD-ROMS, DVDROMS, dan program komersial lainnya;
11. Penggunaan perangkat lunak secara berhasil yang mendukung jejaring dan komunikasi  sosial, termasuk email, forums, chat and list services; dan
12. Kapasitas mantap untuk menggunakan perangkat lunak yang tepat untuk membuat profil siswa dan pelaporan, persiapan pelajaran dan administrasi sekolah.
Perangkat kompetensi guru tersebut di atas dapat menjadi salah satu acuan untuk merancang  pelatihan guru dalam jabatan agar mereka mampu memanfaatkan TIK untuk pembelajaran yang diampunya. Penguasaan perangkat kompetensi guru di atas, akan membantu mereka dalam menjalankan  delapan peran guru abad ke-21 sebagai berikut:  adaptor, insan bervisi, kolaborator, pengambil resiko, pembelajar, model, komunikator, dan  pemimpin. Penjelasan lengkap untuk masing-masing dapat diunduh dari laman berikut: http://edorigami.wiki spaces.com/21st+Century+Teacher.
    Dari kedelapan peran, kepemimpinan perlu diberi perhatian khusus, baik untuk guru, kepala sekolah, dan pengelola pendidikan lainnya. Mengenai kepemimpinan menuju perubahan, dapat dipertimbangkan pendapat Thousand and Villas dalam makalah Managing complex change yang diambil dari
(http://edorigami.wikispaces.com/Managing+complex+change. Salah satu bentuk TIK yang baru adalah penggunaan E-Learning. Adapun kelebihan dan kekurangan E-Learning adalah awi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini,1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Berhubung dengan keuntungan dan kemudaratan yang dihasilkan dengan menggunakan TIK dalam pembelajaran maka pengaplikasian TIK dalam pendidikan berkarakter tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Dengan kata lain, penggunaan TIK harus mengupayakan peserta didik menjadi orang beriman dan bertakwa, kreatif, mandiri, demokratis, bertanggung jawab.  Oleh karena itu, apa yang disajikan dalam bentuk pornografi, kekerasan, dan penyelewengan kepercayaan harus dihapuskan karena tidak relevan dengan tujuan penidikan.

D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi mulai dari yang sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet) mempunyai dampak makin besar dalam mengubah kehidupan manusia. Pertama, pendidikan berkarakter mesti dikembangkan dengan  teknologi yang telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat mendorong terciptanya teknologi komunikasi baru.  Kedua, teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan dalam berbagai karakter manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang sama budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur kehidupan itu. Ketiga, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk memanfaatkan potensial TIK secara optimal sambil menyedikitkan dampak negatifnya. Untuk inilah, akhirnya, dunia pendidikan memerlukan kerangka pikir dan prinsip pemanfaatan TIK. (dari berbagai sumber)

Selasa, 14 Februari 2012

TUJUH KIAT BELAJAR



1.      Memiliki arah yang jelas dan terfokus.
    Memiliki tujuan yang terfokus  amat penting dan perlu dalam belajar karena kegiatan belajar adalah suatu usaha yang dilakukan untuk  mendapatkan pengetahuan, keterampilan, dan kecakapan hidup. Oleh karena itu, tujuan harus tergambar jelas dalam pikiran dan diterima oleh para pelajar pada saat proses belajar terjadi.
           Salah satu kunci keberhasilan dalam belajar adalah adanya tujuan yang jelas.  Tujuan biasanya menentukan hasil yang akan dicapai.  Rasulullah s.a.w. pernah bersabda yang isinya bahwa setiap amal perbuatan itu tergantung pada niat/tujuannya dan bahwa hasil yang akan diperoleh orang yang bekerja tersebut akan sesuai dengan niat/tujuan yang ingin dicapainya. Tujuan adalah sesuatu yang ingin dicapai.  Tujuan jangka pendek adalah sesuatu yang ingin dicapai segera.  Contoh tujuan belajar jangka pendek adalah menyelesaikan pekerjaan rumah  dan berhasil baik dalam ujian esok hari.  Tujuan jangka panjang adalah sesuatu yang akan ingin dicapai di suatu saat nanti.  Contoh tujuan jangka panjang adalah menulis makalah atau lulus dalam matakuliah.
   Untuk menetapkan tujuan, kita harus mengetahui apa yang penting untuk dicapai.  Kemudian kita harus menetapkan tujuan yang dirumuskan secara spesifik dan jelas.  Kalau kita tidak mempunyai tujuan yang dirumuskan dengan jelas, maka usaha belajar akan kehilangan arah dan fokus.  Oleh karena itu,  tujuan-tujuan belajar harus diterbitkan atau ditulis sehingga kita mempunyai catatan tentangnya.
Karena tujuan ialah sasaran khusus yang hendak dicapai oleh seseorang maka mengenai tujuan ini ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: a) tujuan seyogianya mewadahi kemampuan yang harus dicapai. b) dalam menetapkan tujuan seyogianya mempertimbangkan kebutuhan individu dan masyarakat c) pelajar akan dapat menerima tujuan yang dirasakan akan dapat memenuhi kebutuhannya. d) tujuan guru dan murid seyogianya sesuai, e) aturan-aturan atau ukuran-ukuran yang ditetapkan oleh masyarakat dan pemerintah biasanya akan mempengaruhi perilaku. f) tingkat keterlibatan pelajar secara aktif mempengaruhi tujuan yang dicanangkannya dan yang dapat ia capai. g) perasaan pelajar mengenai manfaat dan kemampuannya dapat mempengaruhi perilaku. Jika ia gagal mencapai tujuan ia akan merasa rendah diri atau prestasinya menurun.  h) tujuan harus ditetapkan dalam rangka memenuhi tujuan yang nampak untuk para pelajar. Karena guru harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas dan dapat diterima para pelajar.
 Ada tiga unsur tujuan yang perlu dicermati yaitu, setiap tujuan yang kita tetapkan harus menyatakan APA yang akan dilakukan dan KAPAN kita akan mencapainya.  Tersirat dalam setiap tujuan yang kita tetapkan itu adalah KEMAUAN (ketetapan hati) untuk mencapainya.  Sebagai contoh, tujuan untuk menulis makalah mungkin dirumuskan sebagai beikut: Saya akan (ketetapan hati) menyelesaikan pengumpulan informasi untuk makalah saya (apa yang akan dilakukan) pada tanggal 2 Mei (kapan akan dicapai).
Berdasarkan urai di atas berikutnya akan diuraikan ciri tujuan yang baik, Tujuan yang kita tetapkan hendaknya: 1)  berada dalam ketrampilan dan kemampuan kita.  Mengetahui kekuatan dan kelemahan kita akan membantu kita menetapkan tujuan yang dapat kita capai. 2)  realistis.  Menetapkan tujuan untuk mempelajari lima kata bahasa Inggris baru setiap hari adalah realistis.  Menoba mempelajari lima puluh kata bahasa Inggris baru setiap hari adalah tidak realistis. 3)  luwes (fleksibel).  Kadang-kadang situasi tidak sesuai dengan harapan kita dan kita perlu mengubah tujuan belajar kita.  Tetaplah bersikap luwes sehingga ketika kita menyadari perlunya perubahan, kita akan siap untuk mengubahnya. 4)  dapat diukur.  Dapat mengukur kemajuan belajar kita dalam mencapai tujuan itu adalah penting.  Terutama penting untuk mengetahui ketika kita sudah mencapai tujuan kita dan harus berhenti.  Kegagalan mengukur kemajuan kita dalam usaha mencapai tujuan dan mengetahui ketercapaiannya akan membuat usaha kita keliru arah dan sia-sia. 5)  berada dalam kendali kita.  Kecuali kalau kita bekerja dalam kelompok, maka pencapaian tujuan kita harus tidak bergantung pada mahasiswa lain.  Kita dapat mengendalikan apa yang kita lakukan, tetapi kita tidak banyak atau tidak dapat mengendalikan apa yang dilakukan orang lain. Kita mungkin saja melakukan kewajiban kita, tetapi kalau yang lain tidak, maka kita tidak akan dapat mencapai tujuan kita. Tetapkan tujuan belajar yang dapat memberi kita arah dan membawa kita ke keberhasilan.

2. Mengembangkan tiga potensi manusia secara utuh dan berkesinambungan
    Mengembangkan potensi manusia  merupakan perhatian amat penting dalam belajar. Oleh karena itu, dengan berkembangnya ilmu  potensi manusia hari ini tidak hanya terukur dengan IQ tetapi telah pula dikembang pada EQ, SQ, dan PQ. Selain itu Gardnell dengan teori multiple intelengensia menyebutkan delapan kecerdasan manusia. Kecerdasan yang dikembang itu tentu berawal dari tiga potensi utama manusia, yaitu potensi akal, potensi ruh, dan potensi fisik.
           Dengan potensi akal manusia mam­pu mencari ilmu pengetahuan, penemuan-pe­ne­muan dan menciptakan segala sesuatunya. Akallah yang bisa kita gunakan untuk mencip­ta­kan ilmu yang bermanfaat dan menciptakan se­ga­la sesuatu yang mempunyai kemaslahatan bagi ma­nu­sia lainnya, dan begitu pula sebaliknya. Di dalam otak manusia dimana manusia menggunakan akalnya terdiri dari 200 milyar sel otak, mampu menampung 100 milyar bite informasi (bandingkan dengan hardisk komputer kita), Kecepatan berpikir hingga 300 mil/jam, konfigurasi 100 trilyun hubungan yang mungkin, Kapasitas 4.000 pikiran dalam 24 jam.
          Allah Swt. telah menciptakan suatu komponen yang tak terbayangkan di dalam tubuh kita yaitu akal. Dengan kemampuan akal manusia tersebut maka manusia sebenarnya mampu untuk menggunakan akalnya untuk menyimpan jutaan informasi tentang keberadaan dan kebesaran Allah Swt. Akan tetapi saat ini kita sekarang masih menggunakan sebagian kecil akal kita hanya untuk mendalami dan mempelajari tentang keduniawian. Bahkan sebagian orang telah mengotori akal dan pikirannya untuk memikirkan bagaimana bermaksiat kepada Allah Swt.
              Orang yang mengembangkan potensi akal ada yang menjadi ilmuwan dengan berbagai ilmu dan teknologi. Mungkin mustahil bagi orang-orang yang hidup di abad ke 18 untuk menciptakan jaringan internet seperti yang ada sekarang. Apalagi orang yang hidup di abad ke-17, lalu tiba-tiba berbicara tentang kemungkinan dibuatnya jaringan internet pada zamannya, mungkin segera disebut tidak masuk kal oleh kawan-kawannya. Atau kita bicara tentang kecanggihan laptop wifi dan koneksinya dengan gadget bluetooth generasi mutakhir di depan orang Asmat yang paling terpencil di dalam gunung Papua, mungkin kita juga dianggap sudah aneh. Namun, hari ii semua dapat dilihat sebagai suatu yang nyata bahwa pengembangan akal dengan belajar telah membawa banyak manfaat dalam kehidupan manusia.
 Potensi jasmani manusia sangat didukung oleh kuatnya jasmani. Dan kuatnya jasmani sangat didukung oleh masukan makanan bergizi yang mengandung zat yang dibutuhkan oleh tubuh kita dan diikuti pula oleh istirahat yang cukup. Tak lupa olahraga akan membuat jasmani kita semakin bertambah kuat. Manusia bisa meng­gunakan potensi ini untuk berbuat amal kebaikan dan melakukan apa saja yang bermanfaat bagi diri­nya sendiri, keluarga, masyarakat, agama, nusa dan bang­sa. Apalagi banyak penelitian membuktikan bah­wa di dalam tubuh manusia yang terbentuk dari sel-sel, terdapat DNA yang mampu menyimpan in­for­masi luar biasa banyaknya, tersimpan pula ta­len­ta yang menjadi karunia dalam diri manusia maka tu­gas manusialah untuk mengenali talenta itu, meng­asahnya dengan akal, hati dan fisik sehingga men­jadi sebuah sarana untuk mencapai tujuan hi­dup selanjutnya di dunia dan akhirat.
          Yang mengembangkan potensi fisiknya dalam belajar ada yang menjadi atlet. Mungkin mustahil bagi kita mampu berlari dengan kecepatan 9,8 detik untuk lari sprint 100 meter. Tapi ini tidak mustahil dilakukan oleh atlet lari profesional. Atau misalnya kita bayangkan kesebelasan sepakbola kampung kita bertanding dengan Timnas Jerman yang bertanding di Piala Eropa kemaren. Sehingga mustahil bagi kita mengalahkan timnas jerman, tapi tidak mustahil bagi timnas Spanyol.
          Bagaimana dengan potensi Ruh? Potensi rohani merupakan potensi yang penting bagi manusia. Jiwa atau Ruh merupakan potensi asasi manusia yang sepenuhnya ditentukan oleh Allah. De­ngan potensi rohani, manusia dapat melihat mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang bersih dan mana yang kotor, maka jika hati manusia bersih tentunya ma­nusia akan memilih yang haq, benar, dan bersih. Begitu pula sebaliknya. Maka dari  itu sebagai manusia yang memiliki potensi rohani, kita harus memperkuat keyakinan kita agar potensi ini berjalan dengan baik.
         Potensi ini paling jarang dikembangkan. Yang mengembangkannya dalam ajaran Islam adalah para ulama tasawuf dan thariqat. Maka terkadang kita menganggap mustahil jika ada awliya Allah yang bisa ke suatu tempat dalam sekejap mata. Atau mengetahui kejadian yang akan datang, atau tahu maksud kedatangan kita sebelum kita bicara sepatah kata pun. Atau ada di beberapa tempat dalam satu masa. Kita lalu menganggap ini tahyul dan khurafat dan masuk ke dalam ajaran sesat. Tapi bagi awliya Allah, kemampuan mereka itu bukanlah sesuatu yang mereka cari, itu adalah anugerah Allah yang diberikan kepada mereka. Karena mereka telah melakukan pengembangan potensi ruh dengan cara melakukan amal khariqul 'adah (amal ibadah yang melampaui lazimnya kesanggupan manusia), lalu Allah pun menganugerahi mereka kemampuan khariqul 'adah (kemampuan melakukan sesuatu hal yang berada di luar kemampuan lazimnya manusia). Misalnya kita tidak pernah melakukan shalat tahajjud, ini tidak berdosa, karena shalat tahajjud tidak wajib. Tapi bagi awliya Allah shalat tahajjud mereka pandang sebagai kewajiban. Kadang kita terbiasa sedikit melakukan ghibah (membincangkan keburukan orang lain) dengan lisan, tetapi bagi awliya Allah, terlintas sedikit saja ghibah dalam hatinya (belum terkatakan) sudah dianggapnya perbuatan itu sebagai dosa besar yang harus ia hindari. 

 3. Bersiap dan bersikap menjadi pemenang
Prinsip bersiap dan bersikap menjadi pemenang merupakan syarat untuk mendapatkan kesuksesan dalam belajar.  Disadari bahwa semua orang, pasti ingin menjadi pemenang, sang juara, atau si nomor satu. Namun, masih banyak orang yang salah mengartikan apa itu pemenang, juara, dan menjadi nomor satu.  Kemenangan sejati bukanlah kemenangan atas orang lain. Namun, ia adalah kemenangan atas diri sendiri. Berpacu di jalur keberhasilan diri adalah pertandingan untuk mengalahkan rasa ketakutan, keengganan, keangkuhan, dan semua beban yang menambat diri di tempat start. Jerih payah untuk mengalahkan orang lain sama sekali tidak berguna. Motivasi tidak semestinya lahir dari rasa iri, dengki atau dendam. Keberhasilan sejati memberikan kebahagiaan yang sejati, yang tak mungkin diraih lewat niat yang ternoda. Pelari yang berlari untuk mengalahkan pelari yang lain, akan tertinggal karena sibuk mengintip laju lawan-lawannya. Pelari yang berlari untuk memecahkan recordnya sendiri tak peduli apakah pelari lain akan menyusulnya atau tidak. Tak peduli dimana dan siapa lawan-lawannya. Ia mencurahkan seluruh perhatian demi perbaikan catatannya sendiri. Ia bertading dengan dirinya sendiri, bukan melawan orang lain. Karenanya, ia tak perlu bermain curang. Keinginan untuk mengalahkan orang lain adalah awal dari kekalahan diri sendiri. Karena itu mulai berbenah untuk menjadi pemenang sesungguhnya, yaitu pemenang sejati!
             Seorang guru memberi tahu kepada dua orang anak muridnya bahwa besok hari mereka akan membuat gambar rancang bangun geometri.  Anak yang pertama bicara dengan saya dengan serius dan menanyakan secara detail apa yang diperlukan untuk itu. Esoknya ia telah meyiapkan semua peralatan yang diperlukan untuk belajar. Dengan demikian ia telah sangat siap menerima ilmu yang akan disampaikan guru hari ini dengan segala persiapannya. Sementara anak yang satu lagi menerima informasi dengan tenang saja, tidak bertanya secara detail. Esoknya ia juga datang dengan kedatangan seperti kemarin tanpa membawa alat apa-apa sehingga ia tidak siap untuk menerima pelajaran hari ini. Maka anak yang pertama adalah anak yang siap untuk menang karena ia merespon informasi dengan aktif dan kreatif sedangkan anak yang kedua adalah anak yang tidak siap menang dan pasif.

4.  Memiliki impian yang selalu begelora,
Untuk membuat seseorang menjadi maju, dan tidak  tertinggal terus oleh orang-orang lain maka ia perlu memotivasi diri. Sekarang tidak tepat kalau seseorang selalu berharap dukungan (motivasi) dari orang lain. Namun juga sangat rugi bila ia tidak peduli dengan motivasi atau cuma sekedar memotivasi diri. Bila seseorang ingin meraih sukses dalam hidup maka yang harus ia miliki adalah “total motivasi”. Adalah penting kita perlu memiliki motivasi- memotivasi diri secara total. Sekali lagi perlu dimiliki motivasi total karena motivasi total merupakan awal dari segala-galanya.
           Sekali-sekali kita perlu merenung dan berfikir tentang mengapa seseorang bisa menjadi tokoh sukses. Tentu saja ini terbentuk  setelah ia melakukan proses panjang yang diperkuat dengan  memotivasi diri secara total, bukan motivasi yang setengah-setengah. Juga bukan asal-asalan dalam memotivasi diri, tetapi memotivasi diri sampai pada tahap yang menggebu-gebu. Memotivasi yang menggebu-gebu dapat dicontohkan dalam kegiatan sehari-hari seperti cara berjalan atau cara berbicara. Maka cara bersikap orang sukses (yang memiliki motivasi) memang bersikap  penuh semangat- ia berbicara dengan semangat dan berjalan dengan penuh semangat.
           Orang sukses telah membuktikan bahwa segala sesuatu memang berawal dari motivasi. Para pelajar yang memperoleh medali emas dalam ajang IJSO (International Junior Scientific Olimpide), sebagai contoh,  pasti memiliki motivasi yang hebat, motivasi yang menggebu-gebu atau motivasi yang bergelora. Tanpa motivasi yang sehebat demikian tidak mungkin bisa membuat mereka bersinar terang.
            Ternyata memotivasi diri tidak semudah mengucapkan kata “motivasi” itu sendiri. Dalam hidup ini kita temui cukup banyak orang yang mengalami kesulitan untuk memotivasi dirinya. Mereka malah lebih mudah dimotivasi orang lain dan tidak tahu cara memotivasi diri, apalagi bagi orang yang kurang memiliki pengalaman sukses. Mereka sendiri malah tergantung pada pasokan motivasi dari lingkungan. Sedangkan dalam kenyataan bahwa tidak semua orang dalam lingkungan yang peduli dalam memotivasi mereka. Yang banyak malah orang  yang mematahkan semangat atau motivasi. “Wah percuma saja belajar tidak akan juara, si anu tidak begitu rajin belajar namun bisa juara”. Begitulah motivasi dari orang-orang yang memang belum sukses tetapi hal itu akan berbeda dengan orang yang telah sukses dan dalam memotivasi tentu ia akan mengatakan misalnya, “asal kamu tidak mau lagi mengatakan kata tidak bisa atas tantangan yang diberikan padamu dan kamu ganti dengan kata-kata saya akan mencoba untuk  kita akan sukses karena kita telah mempunyai harapan.”  Begitulah sukses sering tertunda karena sering mengatakan kata “tidak bisa” yang memang mengkondisikan orang yang mengatakannya menjadi tidak bisa.  Sebaliknya, di sekeliling kita juga banyak orang yang tidak sukses dan patah semangat.
            Seseorang akan berusaha dan termotivasi untuk melakukan suatu aktivitas, tergantung kepada kebutuhannya. Kalau kebutuhannya itu begitu besar dan perlu segera untuk dipenuhi maka motivasinya juga besar. Namun dalam hidup ada dua tipe atau karakter orang  yaitu orang  yang bertipe santai: tidak menyukai pekerjaan, tidak menyukai tanggung jawab dan harus dipaksa agar berprestasi/ bertanggung jawab.  Sebaliknya ada orang  yang berkarakter rajin: menyukai pekerjaan, kreatif, suka berusaha/ bertanggung jawab dan dapat bekerja tanpa dipaksa.
           Motivasi juga dikatakan sebagai sarana untuk menuju sukses. Maka syarat untuk sukses itu sendiri ada tiga yaitu bahwa kita perlu memiliki “ semangat, visi (atau tujuan kegiatan) dan dikuti dengan aksi (atau kegiatan itu sendiri). Kalau begitu tentu saja titik awal untuk sukses adalah dengan memotivasi diri sendiri. Para tokoh bisa sukses dalam usaha mereka karena mereka mempunyai  motivasi dan semangat kerja yang besar  dalam hidup. Maka agar kita juga bisa sukses seperti tokoh, kita pun harus memiliki motivasi dan bersikap “selalu bersemangat“ dalam hidup ini. Pekerjaan yang kita emban musti kita nikmati- yaitu sesuatu yang perlu kita nikmati- makanya ada orang yang mengatakan istilah kepuasan kerja atau kepuasan belajar. Mereka tidak menganggap bekerja dan belajar sebagai beban yang perlu untuk dihindari.
Agar menjadi orang yang suka memotivasi diri maka setelah memiliki semangat yang menggebu, kita juga perlu memiliki sikap yang  tekun dalam bekerja. Orang yang mampu memotivasi diri sendiri tentu akan mampu dalam menyemangati dirinya. Sumber energinya berasal dari dirinya sendiri. Malah dikatakan bahwa ketika sumber energinya habis, ia akan mengisinya kembali tanpa harus menunggu pasokan semangat dari orang lain.

5. Selalu berusaha meretas bangkitnya dari kemalasan dan ketertinggalan,
 Rasa malas memang ada dalam diri setiap manusia, betapapun rajinnya dia – karena setiap manusia memang diberikan potensi untuk itu. Tapi pada dasarnya itu hanyalah masalah pilihan; apakah tetap berada dalam keadaan terhanyut oleh ninabobok kemalasan yang menghancurkan atau bangkit dan bertindak dengan tegas lagi segera! Sejujurnya, rasa malas itu sangat ‘bermanfaat’ jika dikelola dan didayagunakan dengan baik. Misalnya, kita malas jika hanya bisa mengerjakan satu pekerjaan dalam sehari atau bergaul dalam lingkungan yang tidak membesarkan dan membuat kita tumbuh dengan baik. Tentu saja, “kemalasan” seperti ini akan bernilai sangat positif, konstruktif dan produktif.
Yang perlu kita lakukan adalah bertindak dengan segera dalam rangka menindaklanjuti apa-apa yang sudah kita rencanakan; bahkan dengan amat-sangat matang. Janganlah terlalu berfokus atau memikirkan hasil atau bagaimananya dalam proses pencapaian target! Seringkali terjadi bahwa apa-apa yang kita khawatirkan yang menjadikan kita menunda-nunda pekerjaan tersebut TIDAK TERJADI dalam kenyataannya. Kalaupun toh terjadi juga, kita dengan refleks dan fleksibel akan menemukan cara-cara lainnya yang lebih baik*. Pemikiran atau perencanaan kita adalah hasil dari kinerja otak kita; begitu juga dengan pilihan (dalam hal ini tindakan) yang kita pilih**. Dengan kapasitasnya yang begitu luar biasa – 30 juta sel syarat (neuron) yang setara dengan 30 trilyun Giga byte – akan sangat mempengaruhi kita dalam dua hal. Yang pertama dalam merencanakan dan yang kedua dalam meyakinkah diri kita melakukan tindakan. Artinya, jika otak kita berkata “Saya mampu”, maka kita mampu dan seluruh anggota tubuh kita akan melaksanakan seluruh perintah otak kita. “Impian yang pantas dihormati adalah impian yang segera diwujudkan dalam bentuk tindakan-tindakan yang bersegera. Keberhasilan jangka pendek akan menentukan strategi jangka panjang yang tepat; strategi jangka panjang yang tepat akan sangat dipengaruhi oleh keberhasilan maupun kegagalan jangka

6. Berusaha yang terbaik
Berusaha yang terbaik dalam belajar merupakan syarat penting untuk sukses menjadi  juara. Muhammad Ali mengatakan bahwa para juara tidak dibuat di arena. Para juara dibuat dari sesuatu yang ada di dalam diri mereka – sebuah hasrat, sebuah impian, sebuah visi. Mereka memiliki keterampilan dan kemauan, tetapi kemauanlah yang terbesar.
Arena hanya alat atau media untuk menjadi juara. Namun sebenarnya, jika kita ingin menjadi juara kita harus memiliki hasrat menjadi juara, impian menjadi juara, dan visi menjadi juara. Bukan hanya mengikuti pertandingan, karena akan percuma tanpa hasrat, impian, dan visi.
Pada bagian lainnya disebutkannya bahwa juara memiliki keterampilan. Jika seorang petinju, jelas memilki keterampilan bertinju. Jika kita ingin juara dalam karir, maka kita perlu memiliki keterampilan berkaitan dengan karir kita. Begitu juga dalam bisnis, jika kita ingin menjadi juara dalam bisnis, maka kita perlu memiliki keterampilan berkaitan dengan bisnis kita. Ingin juara dalam belajar mengajar kita harus memiliki keterampilan dalam belajar mengajar.  
            Namun keterampilan saja tidak cukup, sebab yang lebih penting dari keterampilan adalah kemauan kita menjadi juara. Saya yang terbaik, saya mengatakannya bahkan sebelum saya mengetahuinya.  Mungkin ini yang menyebabkan kenapa Muhammad Ali disebutkan bermulut besar. Kadang kita melihat begitu tipis atas sombong dengan percaya diri atau optimis. Bagi orang yang tidak suka atau benci, akan lebih mudah mengatakan seseorang yang percaya diri mengatakan sombong. Muhammad Ali mengatakan kalau dia yang terbaik, bahkan sebelum dia mengetahui kalau dia yang terbaik. Ini bukan membohongi diri sendiri, namun lebih kepada kesadaran akan potensi yang ada dalam dirinya. Terlepas apakah dia sombong atau tidak, menurut keilmuan pikiran, perkataan seperti ini menunjukan optimisme. Kita  teringat dengan perkataan salah satu sahabat Rasulullah saw yang dijamin masuk syurga yaitu Abdurrahman bin ‘Auf, “Sungguh, kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya emas dan perak…!”. 
Jika seandainya, orang yang kita benci mengatakan itu, mungkin kita akan mengatakan sombong. Tapi kita melihatnya sebuah optimisme dan kepercayaan diri yang tinggi. Jika kita khawatir dikatakan sombong oleh orang lain, mungkin kita tidak perlu mengatakannya di depan orang lain. Cukup di hati saja, cukup menjadi keyakinan diri saja.
Dia juga mengtakan saya benci latihan pada setiap menitnya, tetapi saya berkata, “Jangan berhenti. Menderita sekarang dan menjalani sisa kehidupan kita sebagai juara.”
Latihan bukanlah hal yang menyenangkan. Namun, ini adalah resep utama yang tidak boleh dilewatkan jika kita ingin menjadi juara. Latihlah keterampilan. Tidak cukup sampai bisa, tetapi harus mahir dan menjadi yang terbaik. Dia yang tidak cukup berani untuk mengambil resiko, tidak akan mendapatkan apa-apa dalam hidupnya.
Bertanding itu beresiko, tetapi kita tidak akan pernah menjadi juara jika tidak mau bertanding. Artinya, jika kita tidak mau mengambil resiko baik dalam karir maupun bisnis, lupakan menjadi juara. Jika pikiran bisa memikirkannya, dan hati saya bisa mempercayainya – maka saya bisa mencapainya.
Sekali lagi, kata mutiara juara ini mengambarkan bagaimana memiliki pikiran positif, optimisme, atau percaya diri. Yang penting, dia bisa melihat hasil di pikirannya dan hati percaya akan mencapainya, maka dia akan mencapainya. Untuk menjadi seorang juara hebat kita harus percaya bahwa kita yang terbaik. Jika tidak, berpura-puralah.
Saya bisa mengatakan bahwa kata mutiara juara inilah yang menjadi inti atau menjadi DNA juara. Langkah pertama untuk menjadi juara ialah kita harus yakin memiliki harapan besar untuk menjadi juara. Ini fondasi kita menjadi juara. Bahkan, katanya, jika ada terselip keraguan dalam hati, maka pura-puralah yakin menjadi juara. Apakah pura-pura ini bisa memberikan hasil? Ya, jika kita bisa menggunakannya dengan baik dan benar. Pikiran bawah sadar tidak bisa membedakan apakah pura-pura atau kenyataanya. Keduanya akan diterima dan membentuk pola pikir sukses. Ingat, bahwa yang dimaksud pura-pura disini adalah terhadap diri kita sendiri, bukan pura-pura di depan orang lain. Hikmah dari koleksi kata mutiara juara ini adalah penekanan pada berpikir positif atau mindset. Keterampilan dan latihan memang sangat perlu, namun yang lebih penting adalah kemauan kita untuk menjadi juara. Jika kemauan kita tinggi, maka keterampilan dan latihan akan mengikuti dengan sendirinya.
Berdasarkan argumentasi di atas setidaknya ada beberapa hal yang disepakati. Pertama belajar bukanlah pekerjaan yang meyenangkan. Kedua belajar kita lakukan seringkali karena terpaksa. Apakah terpaksa lulus, atau terpaksa supaya dapat ijazah. Belajar menjadi kehilangan maknanya. Boleh saja kita membantah pemyataan di atas. Tapi kita akan membuktikan bahwa kita tidak lebih baik dan seorang bayi yang juga belajar seperti kita.
Pernahkah kita memperhatikan seorang bayi belajar berjalan? Dengan keberanian yang dimilikinya, ia melangkahkan kaki selangkah demi selangkah. Namun apa hendak dikata bayi tersebut jatuh tersungkur. Tapi, ia pantang menyerah. Tersungkur satu kali, dua kali, bahkan puluhan kali tidak membuatnya jera untuk terus melangkah dan melangkah. Akhirnya, dalam waktu yang relatif singkat sang bayi sudah dapat berjalan sendiri.  Bagaimanakah bayi tersebut bisa belajar berjalan dengan sukses? Pertanyaan ini cukup menarik untuk dijawab. Seorang bayi tidak pernah diinstruksikan oleh orang tuanya atau siapa saja untuk belajar berdiri tegak, menjaga keseimbangan, atau menyuruhnya berjalan pelan-pelan supaya tidak jatuh. Tidak, sekali-kali tidak. Bayi tidak pernah diberi bimbingan macam-macam. Padahal berjalan adalah suatu kegiatan kompleks yang merupakan gabungan dari koordinasi gerak tubuh, keseimbangan dan kestabilan. Bayi itu temyata berhasil melakukan tugas sulit tersebut tanpa mendapatkan petunjuk teknis yang dibutuhkan.
Sedikitnya ada dua hal yang membuat sang bayi berhasil. Pertama, ia tidak pemah mengenal konsep kegagalan. Ia hanya tahu untuk mencoba dan mencoba belajar dari pengalamannya sendiri. Ia tidak mau tersungkur untuk selama-lamanya. Kedua, sang bayi selalu mendapat dukungan positif. Ketika ia jatuh orangtuanya berkata, “Ayo nak berdiri lagi. Mama akan membantumu.” Dan ketika ia berhasil, semua orang bergembira dan memberi selamat atas keberhasilannya. Sekarang mari kita bandingkan dengan apa yang terjadi dengan diri kita sekarang. Ketika dosen mulai menerangkan pelajaran, mungkin kita sudah berpikir kapan pelajaran akan usai. Ketika tugas diberikan, kita mungkin dongkol dengan dosen yang dianggap kelewatan dalam memberi tugas. Dan saat menjelang ujian, jika kita termasuk golongan mahasiswa kebanyakan, kita akan mulai sibuk mencari fotokopi catatan di sana-sini, pinjam buku di perpustakaan, dan mulai menyiapkan kopi buat begadang. Dan ketika ujian berlangsung, kita merasakan tekanan yang luar biasa. Belajar menjadi sebuah beban yang terpaksa kita lakukan. kita belajar karena hal itu sebuah tradisi. kita belajar karena ingin lulus, bukan karena kita memang mencintai belajar. Cara dan gaya kita belajar tidak lebih baik dari apa yang bisa dilakukan oleh seorang bayi. Semakin meningkatnya umur bukannya memberikan kita cara dan gaya belajar yang lebih kreatif. Hari demi hari, kita terjebak dalam rutinitas belajar yang membosankan.
Setelah lulus apa yang terjadi? Ternyata pasar tenaga kerja sering kesal dengan para fresh graduate ini. Para lulusan dianggap tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup untuk menghadapi dunia nyata yang harus dihadapinya. kita harus ditraining kembali untuk bekerja. Padahal kita telah belajar bertahun-tahun. Enam tahun untuk SD, tiga tahun untuk SMP, tiga tahun untuk SMA dan sekitar empat sampai enam tahun di perguruan tinggi. Tapi itulah yang terjadi. Hasil belajar kita tidak dihargai. kita hanya dihargai dari selembar ijazah sebagai prasyarat untuk melamar kerja. Selebihnya, kita harus bersaing lagi, kita harus dites lagi dan akhirnya, kita malah di-training kembali.
Temyata, ada yang salah dalam proses pendidikan kita sekarang. Seorang sarjana teknik jadi pengusaha. Lulusan ekonomi jadi wartawan. Tamatan ilmu komputer bekerja di bank. Memang hal itu sah-sah saja, tapi rasanya ilmu yang didapatkan menjadi kurang berguna. Kita perlu mengubah semua kejadian tadi. Kita perlu belajar kembali tentang bagaimana caranya belajar. Belajar harus menjadi hal yang menyenangkan. kita belajar bukan kerena terpaksa tetapi karena belajar memang menyenangkan dan kita mencintainya.
Bobbi de Porter memberikan pemecahan alternatif dengan metode Quantum Learning. Nama Quantum sendiri menunjukkan adanya lompatan besar terhadap cara pandang kita selama ini tentang belajar. Dengan berbagai keterampilan teknis seperti membaca cepat, teknik mencatat, bagaimana berpikir logis dan kreatif, serta menghilangkan mitos “Aku tidak bisa”. Perubahan paradigma ini diharapkan dapat memberikan hasil nyata terhadap kesuksesan kita. Belajar seperti ini, mengharuskan kita untuk memotivasi diri sendiri. kita harus tahu manfaat apa yang bakal diperoleh dari ilmu yang kita pelajari. Bagaimana mungkin kita termotivasi jika kita tidak tahu manfaat pekerjaan yang kita lakukan? kita tidak mungkin mengharapkan pujian orangtua, mendapat dukungan dari teman-teman, atau harapan positif lainnya. kita harus secara aktif menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi diri kita. Ketika semua orang tak lagi memotivasi, kita harus mencari lingkungan baru yang dapat memotivasi kita. Jika hal itu pun tak dapat dilakukan, setidaknya kita masih punya diri sendiri untuk memberi semangat.
Jika kita melihat sejarah ke belakang, kita akan temui banyak sekali orang yang belajar dengan benar. kita pasti kenal Aristoteles, seorang ahli hikmah dari Yunani. kita juga perlu merujuk pada ilmuwan muslim masa lalu. Al-Farabi yang ahli fisika, Ibnu Sina yang ahli kedokteran, atau Jabir bin Hayyan yang ahli kimia serta banyak lagi lainnya. Mereka adalah para ahli multi disiplin ilmu. Mereka sekaligus spesialis tak tertandingi di bidangnya. Satu hal yang seringkali kita lupa bahwa kita pun merniliki potensi yang sama dengan mereka. Hanya saja, mereka memanfaatkan potensi tersebut sedangkan kita mengabaikannya.
Apa yang membedakan mereka dari kita? Tampaknya hanya satu hal yakni paradigma atau cara pandang mereka terhadap proses belajar itu sendiri. Mereka belajar dengan cara menemukan lebih dahulu apa manfaat dan bidang-bidang yang mereka kuasai. Mereka tidak ingin sekedar prestise yang diperoleh dari selembar ijazah tapi ingin penguasaan yang menyeluruh. Dengan demikian, mereka belajar dengan penuh rasa ingin tahu. Mereka akan terus menggali ilmu dengan kesungguhan sampai maut memisahkan.
Agama menyuruh umatnya untuk giat menuntut Ilmu. Al-Qur’an mengatakan bahwa Allah SWT meninggikan derajat orang yang berilmu lebih tinggi dibandingkan orang yang tidak berilmu. Nabi mengajarkan untuk menuntut ilmu sampai ke negeri Cina sekalipun. Ilmu laksana hikmah yang harus terus dicari, digali, dieksplorasi dan akhimya diambil dan dimanfaatkan demi kebaikan. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qn’an yang menyuruh kita menggunakan akal untuk berpikir, menggunakan hati untuk merenung, serta memanfaatkan potensi diri sebesar-besarnya. Sebagai seorang calon intelektual kegiatan belajar merupakan makanan sehari-hari bagi kita. Akan tetapi, sudahkah kita memiliki motivasi yang tepat, niat yang benar serta mampu melihat manfaat dari setiap bidang yang kita pelajari?
Insya Allah, dengan mengubah cara pandang tentang belajar maka belajar kita akan menjadi sesuatu yang menyenangkan. kita tidak akan pernah lagi merasakan belajar sebagai sebuah beban melainkan melihatnya sebagai sebuah tantangan. kita akan memasuki wilayah eksplorasi ilmu yang tiada habis-habisnya. kita akan merasakan indahnya ilmu Allah SWT yang saling terkait satu sama lain. kita akan terus-menerus menemukan manfaat dan minat-minat baru dalam belajar. kita tidak akan pernah puas mereguk lautan ilmu. Semakin banyakAnda mereguknya, kita hanya akan semakin haus. Dan akhirnya kita akan menjadi seorang pelajar Quantum. Seorang yang belajar kapan saja, di mana saja, dari siapa saja dan dengan cara apa saja. kita bisa belajar di ruang kelas, di kamar pribadi, di bus, atau di jalanan. kita dapat memperoleh ilmu dari dosen, teman, tukang ojek, atau bahkan anak-anak. kitajuga dapat belajar dengan cara membaca buku, berdialog dengan orang lain, belajar dari pengalaman pribadi dan pengalaman orang lain, atau belajar dan alam semesta dengan melihat tanda-tanda kebesaran-Nya. Belajar kita tidak lagi mengenal batasan tempat dan waktu.

 7. Menjadi diri sendiri.
            Diri kita adalah kita dengan segala keunikan dan potensi yang kita miliki. Menjadi diri sendiri adalah kita tetap dalam keunikan kita, tanpa harus mengikuti siapa pun. Para sahabat Rasulullah saw pun tetap pada keunikannya masing-masing. Abu Bakar as, Umar Bin Khathab as, Ustman bin Afan as, dan Ali as pun memiliki keunikan masing-masing tanpa mengurangi kemuliaannya. Kemudian setiap manusia memiliki potensi untuk meraih sukses sesuai dengan keunikannya masing-masing. Untuk menjadi diri kita sendiri, kita harus mengoptimalkan semua potensi diri kita, tanpa harus merubah keunikan kita atau mengikuti orang lain. Saat keunggulan unik kita belum dimunculkan secara optimal, maka kita belumlah menjadi diri sendiri. Mungkin baru setengahnya, atau bahkan seperempatnya.
Kita tidak bisa menjadi diri sendiri yang seutuhnya jika kita belum mengoptimalkan potensi diri kita seutuhnya? Kita tidak pernah tahu sampai dimana potensi diri kita. Namun sejauh mana pun kita sudah mengoptimalkan potensi diri saat ini, kita masih bisa terus meningkatkannya. kita masih bisa lebih baik dari saat ini, sesukses apa pun kita saat ini. Tidak ada yang namanya pencapaian puncak dunia ini. Yang ada hanya nanti di akhirat saat bertemu Allah SWT. Jadi selama di dunia, kita masih bisa memperbaiki diri kita. Kita jadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin dan menjadikan hari esok menjadi lebih baik dari hari ini: “Barang siapa yang hari ini sama saja dengan kemarin, merugilah dia. Jika hari ini lebih buruk dari kemarin, dia celaka.Dan beruntunglah bila hari ini lebih baik dari kemarin.” (HR Bukhari)
Kita bertanggung jawab pada diri sendiri. Kita bertanggung jawab atas kehidupan kita sendiri. Allah telah memberikan kemerdekaan kepada kita untuk berkehendak, memilih, dan bertindak. Semua pencapaian kita adalah tanggung jawab diri kita sendiri. Bukan tanggung jawab guru atau pemerintah, bukan tanggung jawab orang tua, bukan tanggung jawab siapa pun. Tidak peduli apa yang dilakukan oleh orang diluar kita, namun keberhasilan dan kegagalan adalah tanggung jawab kita.
Apakah kita hanya menunggu orang lain bertindak untuk kita atau kita bertindak untuk diri sendiri? Siapa pun tidak ada yang bisa kita kitalkan kecuali Allah dan kita sendiri. Oleh karena itu bertanggung jawablah atas nasib kita sendiri. Lihatlah sekeliling, banyak orang yang gagal dan banyak orang yang sukses. Ini berarti keberhasilan bukan disebabkan oleh orang lain, tetapi oleh kita sendiri. Dari pada kita menggantungkan diri kepada orang lain, bergantunglah hanya kepada Allah dan tetaplah berusaha.
Dengan bertanggung jawab atas diri kita sendiri, kita dapat memulai sebuah perjalanan yang sangat berlimpah. Dari kehidupan miskin menuju kehidupan yang makmur. Bukan hanya makmur dalam hal harta belaka, namun makmur pada segala bidang, makmur akan uang, makmur akan cinta, makmur akan kebahagiaan, makmur akan hubungan, makmur akan petualangan dan makmur-makmur yang kita impikan. Kita tidak hanya melihat kehidupan kita sekarang. Kehidupan kita sekarang adalah hasil apa yang kita pikirkan dan lakukan pada masa lalu. Lihatlah kehidupan kita dimasa mendatang, karena itu yang kita tuju, karena kita maju ke depan bukan diam di tempat apa lagi mundur ke belakang. Melihat kehidupan kita sekarang hanya akan membuat kita berjalan ditempat. Jadikan kehidupan kita sekarang hanya sebuah pijakan atau titik tolak menuju masa depan.
           kita bisa mengubah dunia kita. kita bisa membuat perbedaan positif di dunia ini jika kita menginginkannya, dan itu tergantung keputusan kita. Miliki keberanian, tetapkan tujuan, susunlah rencana, ambilah tindakan, dan biarkan hidup kita tertuju pada visi kita yang indah. Hidup kita akan berjalan seolah-oleh otomatis dalam meraih semua mimpi-mimpi kita. Semua tenggung jawab kita, kita yang berkehendak, kita yang memutuskan, dan kita yang bertindak. Nikmat besar yang diberikan Allah kepada kita adalah kemampuan kita untuk memilih. kita bisa memilih apa yang kita pikirkan dan lakukan. Ini adalah kemerdekaan yang diberikan Allah kepada manusia, dimana ada kemerdekaan, harapan selalu mengikuti. Oleh karena itu pilihlah untuk menjadi orang yang sukses, menjadi orang yang menang, sehingga hidup kita menjadi indah.
          Pengajar dan pelajar harus membuat komitmen. Mulai sekarang, mengapa tidak membuat komitmen yang teguh untuk menjalani hidup yang indah. Hidup yang dipenuhi kemenangan-kemenangan yang selama ini kita impikan. Namun bukan kemenangan mengalahkan orang lain, tetapi kemenangan untuk mengalahkan sisi buruk pada diri sendiri. Berjanjilah kepada diri sendiri, untuk membuat kehidupan kita lebih indah di semua bidang, semua bidang dimana kita ada di dalamnya. Jadikan kehidupan  belajar mengajar kita indah, jadikan kehidupan keluarga kita indah, jadikan kehidupam masyarakat kita indah, dan jadikan kehidupan-kehidupan lainnya menjadi indah semua. Kita perlu komitmen untuk mencapai semuanya. Hidup indah bukan hanya menekankan kemenangan-kemenangan fisik belaka, namun kemenangan batin dan spiritual kita, menjadi lebih tentram dan damai, sambil berharap kehidupan indah di akhirat sana. Oleh karena itu, kehidupan indah sangat layak untuk diperjuangkan, untuk kita kejar dengan keterlibatan yang sepenuhnya. Inilah yang dinamakan komitmen menjadi diri sendiri. (Dari Berbagai Sumber)