Rabu, 15 Februari 2012

PERANAN INFORMATION TECHNOLOGY (IT) DALAM PENDIDIKAN BERKARAKTER

Salmaini S 
NIM 1104307 
salmaini.salma@gmail.com 

A.   Pendahuluan

Tulisan yang berjudul peranan information technology (IT) dalam pendidikan  berkarakter ini merupakan makalah yang diajukan sebagai bahan penghantar kegiatan diskusi dalam kegiatan kelas pada mata kuliah “Komputer” pada Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Oleh karena itu, penulis mencoba mengaitkan proposisi-proposisi yang ada pada judul, yaitu pendidikan berkarakter dan IT dan bagaimana pengaruhnya terhadap pembentukan karakter siswa dan sebaliknya. Pembahasan ini diharapkan dapat memperjelas langkah-langkah konkrit dalam kesalingberperanan antara IT di satu sisi dan pembentukan karakater siswa pada sisi lain.
Dalam aplikasi pendidikan di sekolah hubungan antara pembentukan karakter dengan IT tidak dapat dilepaskan dari  tujuan pendidikan karena yang akan kita capai dalam usaha pendidikan adalah apa yang digariskan dalam tujuan pendidikan. Untuk memantapkan landasan berpikir kita, pertama, perlu diingat dan dicermati apa yang menjadi tujuan pendidikan yang digariskan dalam  UUD 1945 (versi Amendemen) sebagai landasan konstitusional. Pada pasal 31 tentang Pendidikan, pada ayat 3 dinyatakan bahwa, "Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang."  Dan  pada  pasal 31, ayat 5 dituliskan, "Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat." Bagian yang penulis cetak miring pada kutipan di atas merupakan konsep-konsep  penting untuk pegangan dalam pembahasan ini.
Sesuai dengan amanat UUD 1945, maka tujuan pendidikan itu dijabarkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 3 yang berisi, "Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab."
Berdasarkan kutipan di atas dapat ditegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah agar bekembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab. Dengan demikian, pengembangan pendidikan berkarakter untuk siswa dan kaitannya  dengan IT tentulah harus mendukung tujuan-tujuan yang telah digariskan tersebut demi tercapainya manusia Indonesia yang baik, berperadaban, dan dapat mensejahterakan umat. Tujuan itu meliputi berbagai aspek, yaitu:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Berdasarkan aspek-aspek yang dirinci dari tujuan pendidikan tersebut nyatalah bahwa pendidikan berkarakter untuk peningkatan akhlak mulia  dan penguasaan IT sebagai peningkatan penguasaan teknologi merupakan aspek yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pembelajaran berorientasi masa depan. Pembentukan karakter dan penguasaan IT dapat sama-sama menjadi tujuan pembelajaran dan sekaligus sebagai media pembelajaran, media informasi  multiguna dalam pembentukan kehidupan agar makin tercapai apa yang dicitakan pendidikan nasional ke depan, yaitu terbentuknya warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis.

B.   Pendidikan Berkarakter Bagi Siswa
            Pendidikan karakter, budaya, dan moral sebenarnya sudah sejak lama  didengungkan dalam ranah pendidikan di Indonesia oleh para pakar pendidik kita. Misalnya, Ki Hajar Dewantara merintisnya dengan tri pusat pendidikan yang menyebutkan bahwa wilayah pendidikan berguna membangun konstruksi fisik, mental, dan spiritual yang handal dan tangguh dimulai dari; (i) lingkungan keluarga; (ii) lingkungan sekolah; dan (iii) lingkungan sosial.  Pada saat  sekarang pendidikan karakter kembali digiatkan untuk membangun budaya kemanusiaan yang bermartabat  setelah negara kita mengalami krisis multidimensi dalam berbagai bidang karena tidak terrealisasikannya karakter baik pada banyak orang yang mengurus kepentingan negara.  Tindak kejahatan yang meningkat, kekerasan, penindasan, korupsi, sogok, aborsi, serba palsu, dan berbagai prilaku menyimpang begitu nyata dalam kehidupan sekarang sebagai bukti hilangnya sikap hidup berkarakter dalam masyarakat. 
Untuk memintas supaya arus kejadian seperti itu tidak berlarut-larut dalam dekadensi karakter dan untuk menyiapkan generasi yang berkarakter mulia maka pendidikan berkarakter  dirumuskan kembali. Secara akademik, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan dalam pertimbnga baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia, diyakini bahwa nilai dan karakter yang secara legal-formal dirumuskan sebagai fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang disebut pada awal tulisan, harus dimiliki peserta didik agar mampu menghadapi tantangan hidup pada saat ini dan di masa akan datang.
Secara mikro pengembangan nilai dan pendidikan karakter dapat dilakukan dalam empat pilar, yakni dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas, kegiatan keseharian dalam bentuk budaya sekolah (school culture); kegiatan ko-kurikuler atau ekstra kurikuler, serta kegiatan keseharian di rumah, dan dalam masyarakat. Dalam kegiatan belajar-mengajar di kelas pengembangan nilai berkarakter dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran (embeded approach). Pembelajaran Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa menggunakan pendekatan proses belajar peserta didik belajar aktif dan berpusat pada anak, dilakukan melalui berbagai kegiatan di kelas, sekolah, dan masyarakat.  Di kelas dilaksanakan melalui proses belajar setiap mata pelajaran atau kegiatan yang dirancang khusus. Setiap kegiatan belajar mengembangkan kemampuan dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, tidak selalu diperlukan kegiatan belajar khusus untuk mengembangkan nilai-nilai pada pendidikan budaya dan karakter bangsa.
Meski pun demikian, untuk pengembangan nilai-nilai tertentu seperti kerja keras, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, semangat kebangsaan, cinta tanah air, dan gemar membaca dapat dikembangkan melalui kegiatan belajar yang biasa dilakukan guru. Untuk pegembangan beberapa nilai lain seperti peduli sosial, peduli lingkungan, rasa ingin tahu, dan menjadi pribadi kreatif memerlukan upaya pengkondisian sehingga peserta didik harus diberi kesempatan untuk memunculkan perilaku yang menunjukkan nilai tersebut.
Dengan demikian, pengembangan nilai-nilai  berkarakter dalam  pendidikan  budaya  dan  karakter  bangsa didasrkan pada diidentifikasi dari empat sumber berikut ini. Pertama, agama karena  masyarakat  Indonesia  adalah  masyarakat  beragama, maka kehidupan  individu, masyarakat,  dan  bangsa  selalu  didasari  oleh ajaran  agama dan  kepercayaannya.  Secara  politis,  kehidupan  kenegaraan  pun  didasari  pada nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan  itu, maka nilai-nilai pendidikan  budaya  dan  karakter  bangsa  harus  didasarkan  pada  nilai-nilai  dan kaidah yang berasal dari agama.
  Kedua, sumber nilai-nilai karakter adalah Pancasila karena  negara  kesatuan  Republik  Indonesia  ditegakkan  atas  prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan  lebih  lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945. Artinya, nilai-nilai yang  terkandung dalam Pancasila menjadi  nilai-nilai  yang  mengatur  kehidupan  politik,  hukum,  ekonomi, kemasyarakatan,  budaya,  dan  seni.  Pendidikan  budaya  dan  karakter  bangsa bertujuan mempersiapkan  peserta  didik menjadi warga  negara  yang  lebih  baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.
   Ketiga, sumbernya adalah nilai-nilai budaya karena sebagai  suatu  kebenaran  bahwa  tidak  ada  manusia  yang  hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakatnya. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam pemberian makna terhadap suatu konsep  dan  arti  dalam  komunikasi  antaranggota  masyarakat  itu.  Posisi  budaya yang  demikian  penting  dalam  kehidupan  masyarakat  mengharuskan  budaya menjadi sumber nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Keempat,Tujuan Pendidikan Nasional: sebagaimana dirumuskan, kualitas yang harus dimiliki setiap warga  negara  Indonesia,  dikembangkan  oleh  berbagai  satuan  pendidikan  di berbagai  jenjang  dan  jalur.  Tujuan  pendidikan  nasional  memuat  berbagai  nilai kemanusiaan yang harus dimiliki warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
     Berdasarkan keempat sumber nilai itu, telah teridentifikasi dan ditetapkan sejumlah nilai untuk pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini.

Tabel 1 Nilai dan Deskripsi Nilai Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
Nilai
Deskripsi
1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama  yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3. Toleransi

Sikap dan  tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.
5. Kerja Keras

Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari  sesuatu yang telah dimiliki.
7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai samahak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9. Rasa Ingin  
    Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar.
10. Semangat
     Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
11. Cinta Tanah
      Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan  yang tinggi terhadap bahasa,  lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12. Menghargai
      Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.
13. Bersahabat/
     Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.
14. Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15.  Gemar
       Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16. Peduli
      Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17. Peduli
      Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18. Tanggung-
       jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
 Sumber:  Puskur Balitbang Kemdiknas 2010.
Berdasarkan tabel di atas, ada delapan belas jenis karakter yang mesti dibelajarkan dalam pemebelajaran di sekolah. Bila dihubungkan dengan tugas pendidikan maka nilai karakter tersebut perlu direlevansikan dengan hakikat pendidikan itu sendiri.  Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang SISDIKNAS pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa: ”Pendidikan adalah usaha sadar dan teren-cana untuk mewujudkan suasana belajar  dan  proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Berdasarkan rumusan pendidikan itu dapat dinyatakan bahwa pendidikan karakter mesti merupakan usaha sadar dan terencana yang mesti dilakukan oleh berbagai pihak yang terkait dengan pendidikan. Dari sekian banyak pihak yang terkait maka pihak yang paling menentukan bagaimana pendidikan berkarakter itu di kelas adalah guru karena guru memegang peran utama dalam pendidikan.  Guru mempunyai peran utama dalam membentuk dan mewujudkan karakter murid dalam semua tahap pembelajaran, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, sampai pada tahap evaluasi dan tindak lanjut pembelajaran. Dengan demikian, peran guru dalam pembentukan karakater siswa sangat menentukan. Menurut  Megawangi (2010), ada tiga tahap pembentukan karakter, yaitu moral knowing dalam arti memahamkan dengan baik pada anak tentang arti kebaikan. Mengapa harus berperilaku baik. Untuk apa berperilaku baik. Dan apa manfaat berperilaku baik. Moral feeling , yaitu membangun kecintaan berperilaku baik pada anak yang akan menjadi sumber energi anak untuk berperilaku baik. Membentuk karakter adalah dengan cara menumbuhkannya. Ketiga, moral action,  yakni bagaimana membuat pengetahuan moral menjadi tindakan nyata. Moral action ini merupakan outcome dari dua tahap sebelumnya dan harus dilakukan berulang-ulang agar menjadi moral behavior. Dengan tiga tahapan itu, proses pembentukan karakter akan jauh dari kesan dan praktik doktrinasi yang menekan, justru sebaliknya, siswa akan mencintai berbuat baik karena dorongan internal dari dalam dirinya sendiri.
Berikut diberikan contoh penumbuhan karakter dalam pembelajaran. Pisang mempunyai misi di dunia secara sederhana adalah “menyajikan buahnya” untuk manusia dan hewan, sehingga manusia dan hewan bersedia untuk menyebarluaskan benih-benih pisang sebagai bentuk “barter”. Kesungguhan untuk menjalankan misi ini sangat tampak pada pisang. Jika kita memotong batang pohon pisang maka dia akan berusaha tumbuh lagi, dipotong lagi, tumbuh lagi begitu seterusnya sepanjang  tidak membabat habis, pisang akan selalu berusaha untuk tumbuh, tidak “putus asa” dalam mengemban misinya itu dan baru berakhir setelah menghasilkan buah. Dari model pisang kita bisa mengambil pesan moral bahwa pisang merupakan model yang baik untuk sifat amanah dan tidak mudah pustus asa. Amanah dan tidak mudah putus asa merupakan ciri dari orang yang beriman sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Yusuf: 87 … dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah… Amanah dan tidak mudah putus asa merupakan karakter perilaku soft skill yang harus dimiliki olah peserta didik.
Wawasan pendidikan berkarakter yang telah dipaparkan di atas akan semakin berdaya guna bila dibelajarkan dengan media yang cocok dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Dengan demikian, penggunaan IT  dalam pendidikan berkarakter tidak bisa dielakkan karena IT menyajikan objek pembelajaran dengan banyak kemudahan dan keuntungan seperti, mudahnya mendapatkan informasi, praktis, terkini, dan menunjang kemandirian. Belajar dengan menggunakan IT tentu  dapat memaksimalkan bebagai fasilitas yang ada pada IT yang digunakan untuk membentuk karakter siswa.  
  
C.   Information Technology (IT) dalam Pendidikan Bekarakter
    Kemampuan teknologi informasi komputer (TIK) terutama internet makin membuat dunia ini benar-benar terasa seperti “kampung” maya, di mana para penduduknya sangat dekat. Tentu saja semua ini mempercepat penyebaran informasi tanpa batas, baik informasi faktual, konseptual, maupun prosedural, dalam kemasan artikel, jurnal, buku atau kemasan lain dengan diiringi gambar dan suara yang sesuai dengan segala kreativitas artistiknya. Laman-laman internet menjadi sumber informasi bagi semua orang yang menginginkannya. Dengan teknologi mutakhir ini, telah pula berkembang pembelajaran berbasis komputer dan berbasis TIK, yang membantu upaya memotivasi pelajar melalui kemasan informasi yang memikat, lengkap dengan gambar berwarna dan bergerak, baik gambar nyata maupun animasi. Model pembelajaran ini tentu selaras dengan lingkungan ber-TIK di sekolah sehingga memotivasi pelajar untuk belajar dan berkarya mencapai tujuan pembelajaran.
Misalnya, kehadiran handphone (HP) tambah memeriahkan IT karena menjadikan komunikasi antar manusia sangat lancar tanpa kendala ruang dan waktu, dan benar-benar instan. Kapasitas memori mesin HP yang makin besar mampu memuat data yang besar pula, termasuk pertunjukan musik dan gambar hidup bersama suaranya. Maka, penggunanya memperoleh keuntungan ganda: (a) komunikasi tak kenal waktu dan tempat, dan (b) hiburan seketika. Di samping itu, pengguna HP juga bisa mengunduh informasi dari laman internet sehingga HP dapat membantu para pelajar dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan dukungan banyak informasi dalam waktu cepat. Kemampuan untuk mencetak langsung informasi yang diunduh dapat menghemat waktu para pelajar tsb.
Kesungguhan pengembangan teknologi internet jelas membawa perubahan besar dalam dunia informasi dan pendidikan. Banyak keuntungan yang dapat diambil dari TIK dan sebaliknya juga ada menu informasi TIK yang perlu disaring dan dihindari karena tidak sesuai dengan tujuan pendidikan. Meskipun demikian dalam pengupayaan TIK oleh para pakar merupakan pelajaran yang dapat diperoleh dan disimpulkan dari perkembangan TIK. Di antaranya adalah bahwa: (a)  dalam kehidupan bermasyarakat ada pekerjaan yang memerlukan ketekunan, ketelitian, ketaatan,  dan disiplin tinggi dan untuk ini diperlukan pelatihan yang memadai, meski hal ini tampak usang dalam era teknologi yang serba cepat; (b) kemampuan analisis dan sintesis serta berpikir abstrak sangat diperlukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan, tetapi perlu diimbangi dengan kemampuan berpikir realistis agar tidak canggung menghadapi kehidupan nyata; (c) kemudahan dalam mengakses dan menggandakan bahan cetak mendorong praktik plagiat dan tantangan ini perlu dijawab lewat pendidikan dengan penanaman nilai kejujuran dan sportivitas; (d) kemampuan teknologi moderen untuk menyajikan informasi secara cepat dalam kemasan menarik dapat mempermudah pembelajaran bagi peserta didik dengan perbedaan tingkat kemampuan dan  gaya belajar; dan (e) teknologi yang membuat segala urusan kehidupan lebih mudah ini hanya mungkin lahir karena kreativitas manusia yang didukung ketersediaan sumber daya sebagai anugerah dari Tuhan Yang Masa Esa.
       Namun demikian, teknologi mengubah budaya hidup, dan perubahan itu tidak selalu positif, bahkan ada yang secara mendasar sangat negatif. Sebagai contoh, terciptannya budaya instan dalam penerapan teknologi canggih yang membuat semua urusan menjadi sangat mudah, dapat mengurangi daya tahan mental dan daya juang yang terkait dengan kesungguhan, keuletan, kegigihan,  dan kerja keras padahal pengembangan ilmu pengetahuan untuk mendukung pembangunan kehidupan yang lebih baik memerlukan semua ini. Suguhan media elektronik tentang gambaran kehidupan yang gemerlapan lewat kemasan hiburan telah menciptakan budaya konsumtif-boros. Selain itu, keasyikan menikmati hiburan di depan TV atau mengakses informasi di depan komputer dapat menghilangkan kebiasaan-kebiasaan baik seperti berolahraga dan bersilaturahmi dengan saudara/sahabat sehingga banyak kasus obesitas dan kegersangan kehidupan sosial.
     Selain itu, jika pembelajaran sebagian besar dilaksanakan dengan ICT, peserta didik akan kehilangan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan interaktif dan komunikasi tatap muka dan belajar memecahkan masalah dan bersosialisasi. Semua ini menjadi tantangan bagi dunia pendidikan kita, yang menjadi TIK sebagai sarana mencerdaskan kehidupan bangsa. Singkatnya, teknologi dalam pembentukan karakter siswa tidak dapat mengambil alih peran guru.
Sehubungan dengan kekurangan yang ditimbulkan IT itu maka diperlukan prinsip-prisip yang menjadi panduan dalam ber-TIK di sekolah. Untuk menjaga agar pemanfaatan TIK tetap memberikan kontribusi signifikan terhadap (1) pengembangan peserta didik menjadi manusia berkarakter dan berkecerdasan intelektual dan (2) pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan terkait, hendaknya diterapkan prinsip-prinsip berikut:
1.    Pemanfaatan TIK dalam pendidikan hendaknya mempertimbangkan karaktersitik peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan dalam keseluruhan pembuatan keputusan TIK.
2.    Pemanfaatan TIK hendaknya dirancang untuk memperkuat minat dan motivasi pengguna untuk menggunakannya semata guna meningkatkan dirinya, baik dari segi intelektual, spiritual (rohani), sosial, maupun ragawi.
3.    Pemanfaatan TIK hendaknya menumbuhkan kesadaran dan keyakinan akan pentingnya kegiatan berinteraksi langsung dengan manusia (tatap muka), dengan lingkungan sosial-budaya (pertemuan, museum, tempat-tempat bersejarah), dan lingkungan alam (penjelajahan) agar tetap mampu memelihara nilai-nilai sosial dan humaniora (seni dan budaya), dan kecintaan terhadap alam sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
4.    Pemanfaatan TIK hendaknya menjaga bahwa kelompok sasaran tetap dapat mengapresiasi teknologi komunikasi yang sederhana dan kegiatan-kegiatan pembelajaran tanpa TIK karena tuntutan penguasaan kompetensi terkait dalam rangka mengembangkan seluruh potensi siswa secara seimbang.
5.    Pemanfaatan TIK hendaknya mendorong pengguna untuk menjadi lebih kreatif dan inovatif sehingga tidak hanya puas menjadi konsumen informasi berbasis TIK.
Guru memegang peran kunci dalam pembelajaran dan dalam pemanfaatan TIK untuk tujuan kependidikan karakter. Agar dapat memetik manfaat optimal dari TIK untuk mencapai tujuan pembelajaran berkarakter yang telah ditetapkan, para guru perlu menguasasi sederet kompetensi memadai untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran berbantuan atau berbasis TIK. Dalam hal ini, dapat dipertimbangkan perangkat kompetensi guru untuk era ICT yang dikembangkan oleh NSW Institute of Teachers (http://enuinjkt.ac.id/index.php/campus-news/224-utilizing-information-and-communication-technology), seperti disajikan di bawah:
1.    Pemahaman tentang asumsi pedagogis yang melandasi penggunaan TIK, misalnya bias gender dan etnik, relevansi pendidikan, dampak sosial, kecocokannya  dengan lingkungan kelas, dengan pembelajaran kooperatif dan dengan interaksi sejawat;
2.    Pertimbangan tentang persoalan akses yang tepat ke informasi, dan verifikasi sumber informasi termasuk Internet;
3.    Pemahaman tentang TIK dan potensinya untuk meningkatkan belajar siswa;
4.    Peningkatan kesadaran akan sederet aplikasi dan teknologi adaptif yang tersedia untuk mendukung siswa berkebutuhan khusus;
5.    Evaluasi terhadap materi belaajr berbasis TIK dan perangkat lunak untuk tujuan pendidikan;
6.    Penggunaan efektif aplikasi TIK untuk mendukung hasil, isi, dan proses silabus tertentu,
7.    Peningkatan keterampilan untuk merancang serangkaian tugas penilaian berbasis TIK yang menggunakan kriteria pensekoran yang jelas terkait dengan hasil silabus
8.    Pemahaman tentang persyaratan bahwa mereka dan siswanya menggunakan informasi elektronik secara tepat, termasuk yang terkait dengan plagiarisme, hak cipta, pensensoran, dan privasi;
9.    Kapasitas mantap untuk menggunakan perangkat lunak untuk menyusun teks, memanipulasi citra, menciptakan presentasi, mengadakan sekuen suara digital dan visual, menyiumpan dan  meretriv informasi digital untuk pembelajran kelas dan online;
10. Kapasitas nyata untuk mengevaluasi secara kritis, meretris, memanipulasi, dan mengelola  informasi dari sumber-sumber seperti Internet, SD-ROMS, DVDROMS, dan program komersial lainnya;
11. Penggunaan perangkat lunak secara berhasil yang mendukung jejaring dan komunikasi  sosial, termasuk email, forums, chat and list services; dan
12. Kapasitas mantap untuk menggunakan perangkat lunak yang tepat untuk membuat profil siswa dan pelaporan, persiapan pelajaran dan administrasi sekolah.
Perangkat kompetensi guru tersebut di atas dapat menjadi salah satu acuan untuk merancang  pelatihan guru dalam jabatan agar mereka mampu memanfaatkan TIK untuk pembelajaran yang diampunya. Penguasaan perangkat kompetensi guru di atas, akan membantu mereka dalam menjalankan  delapan peran guru abad ke-21 sebagai berikut:  adaptor, insan bervisi, kolaborator, pengambil resiko, pembelajar, model, komunikator, dan  pemimpin. Penjelasan lengkap untuk masing-masing dapat diunduh dari laman berikut: http://edorigami.wiki spaces.com/21st+Century+Teacher.
    Dari kedelapan peran, kepemimpinan perlu diberi perhatian khusus, baik untuk guru, kepala sekolah, dan pengelola pendidikan lainnya. Mengenai kepemimpinan menuju perubahan, dapat dipertimbangkan pendapat Thousand and Villas dalam makalah Managing complex change yang diambil dari
(http://edorigami.wikispaces.com/Managing+complex+change. Salah satu bentuk TIK yang baru adalah penggunaan E-Learning. Adapun kelebihan dan kekurangan E-Learning adalah awi, 2002; Mulvihil, 1997; Utarini,1997), antara lain. Pertama, Tersedianya fasilitas e-moderating di mana guru dan siswa dapat berkomunikasi secara mudah melalui fasilitas internet secara regular atau kapan saja kegiatan berkomunikasi itu dilakukan dengan tanpa dibatasi oleh jarak, tempat dan waktu. Kedua, Guru dan siswa dapat menggunakan bahan ajar atau petunjuk belajar yang terstruktur dan terjadual melalui internet, sehingga keduanya bisa saling menilai sampai berapa jauh bahan ajar dipelajari. Ketiga, Siswa dapat belajar atau me-review bahan ajar setiap saat dan di mana saja kalau diperlukan mengingat bahan ajar tersimpan di komputer. Keempat, Bila siswa memerlukan tambahan informasi yang berkaitan dengan bahan yang dipelajarinya, ia dapat melakukan akses di internet secara lebih mudah. Kelima, Baik guru maupun siswa dapat melakukan diskusi melalui internet yang dapat diikuti dengan jumlah peserta yang banyak, sehingga menambah ilmu pengetahuan dan wawasan yang lebih luas. Keenam, Berubahnya peran siswa dari yang biasanya pasif menjadi aktif. Ketujuh, Relatif lebih efisien. Misalnya bagi mereka yang tinggal jauh dari perguruan tinggi atau sekolah konvensional.
Walaupun demikian pemanfaatan internet untuk pembelajaran atau e-learning juga tidak terlepas dari berbagai kekurangan. Berbagai kritik (Bullen, 2001, Beam, 1997), antara lain. Pertama, kurangnya interaksi antara guru dan siswa atau bahkan antar siswa itu sendiri. Kurangnya interaksi ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam proses belajar dan mengajar. Kedua, Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya aspek bisnis/komersial. Ketiga, Proses belajar dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan daripada pendidikan. Keempat, Berubahnya peran guru dari yang semula menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang menggunakan ICT. Kelima, Siswa yang tidak mempunyai motivasi belajar yang tinggi cenderung gagal. Keenam, Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet. Ketujuh, Kurangnya tenaga yang mengetahui dan memiliki ketrampilan internet. Kedelapan, Kurangnya penguasaan bahasa komputer.
Berhubung dengan keuntungan dan kemudaratan yang dihasilkan dengan menggunakan TIK dalam pembelajaran maka pengaplikasian TIK dalam pendidikan berkarakter tidak boleh menyimpang dari tujuan pendidikan, yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab." Dengan kata lain, penggunaan TIK harus mengupayakan peserta didik menjadi orang beriman dan bertakwa, kreatif, mandiri, demokratis, bertanggung jawab.  Oleh karena itu, apa yang disajikan dalam bentuk pornografi, kekerasan, dan penyelewengan kepercayaan harus dihapuskan karena tidak relevan dengan tujuan penidikan.

D. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas maka disimpulkan bahwa perkembangan teknologi komunikasi mulai dari yang sangat sederhana sampai yang tercanggih (TIK-internet) mempunyai dampak makin besar dalam mengubah kehidupan manusia. Pertama, pendidikan berkarakter mesti dikembangkan dengan  teknologi yang telah memfasilitasi penambahan dan pendalaman pengetahuan, yang pada gilirannya memfasilitasi penciptaan pengetahuan, yang selanjutnya lagi dapat mendorong terciptanya teknologi komunikasi baru.  Kedua, teknologi memiliki pengaruh positif dalam meningkatkan ragam kehidupan dalam berbagai karakter manusia bersama kenikmatan yang ditimbulkannya, tetapi pada waktu yang sama budaya yang serba mudah dan instan cenderung mengikis nilai-nilai luhur kehidupan itu. Ketiga, dunia pendidikan dihadapkan pada tantangan untuk memanfaatkan potensial TIK secara optimal sambil menyedikitkan dampak negatifnya. Untuk inilah, akhirnya, dunia pendidikan memerlukan kerangka pikir dan prinsip pemanfaatan TIK. (dari berbagai sumber)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar